POTENSI PERMUKIMAN KUNA DI SITUS TANJUNG SER, KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG
Kawasan pesisir pantai utara pulau Bali, pada jaman dahulu dapat dipastikan merupakan salah satu jalur pelayaran migrasi manusia dari Asia Tenggara melewati semenanjung Malaysia, pantai timur Sumatera, pantai utara Jawa, pantai utara Bali hingga sampai ke kawasan timur Indonesia. Sehingga tidaklah mengherankan apabila di pantai utara pulau Bali banyak ditemukan situs-situs arkeologi yang merupakan situs prasejarah maupun situs klasik Hindu-Buddha.
Pelayaran pada awalnya mungkin hanya untuk perpindahan manusia semata tapi kemudian ada yang menetap sehingga menjadi lokasi permukiman tepi pantai. Permukiman ini kemudian menjadi tempat-tempat persinggahan atau berlabuhnya perahu-perahu pendatang sehingga terjadi pertukaran barang antar masyarakat pantai atau orang luar pulaua dengan masyarakat pedalaman/pegunungan). Proses ini terus menerus mengalami perkembang sehingga diduga lokasi permukiman di pantai utara semakin banyak, sehingga akhirnya pelabuhan-pelabuhan kecil berkembang makin besar dan aktvfitas perniagaan juga makin berkembang dan makin ramai. Aktivitas ini menghasilkan beberapa komoditi perdagangan yang laku dipasaran seperti kapas,kain katun, cendana putih, lada dan lainnya. Diyakini bahwa jauh sebelum kedatangan pedagang-pedagang dari India, Cina, Arab dan lainnya, pantai utara Pulau Bali telah dihuni oleh manusia.
Situs Tanjung Ser di Desa Pemuteran pertama kali ditemukan pada tahun 1992. Bermula dari adanya laporan salah seorang warga masyarakat Desa Sumberkima, yang secara tidak sengaja menemukan beberapa buah fragmen keramik dan benda logam ( perunggu), pada saat menggali tanah kebunnya untuk membuat fondasi rumah. Selanjutnya diadakan survei arkeologi di situs Pemuteran dilakukan pada tahun 2000. Dalam kegiatan survei arkeologi ini, berhasil didata beberapa pura yang memiliki tinggalan arkeologi dan ditemukan banyak sekali pecahan-pecahan tembikar yang tersebar pada permukaan tanah di sebuah lokasi yang bernama Tanjung Ser. Berdasarkan analisis terhadap temuan permukaan berupa pecahan gerabah diduga di lokasi tersebut pernah ada aktivitas permukiman, sehingga di duga didalam tanah masih banyak pecahan gerabah yang terpendam,sehingga perlu di adakan ekskavasi arkeologi.
Kegiatan penelitian selanjutnya dilaksanakan pada tahun 2001. Kegiatan ini berupa ekskavasi arkeologi di situs Tanjung Ser, dan berhasil menemukan pecahan-pecahan gerabah dalam jumlah yang cukup banyak dan juga cangkang kerang. Dari hasil analisis temuan tersebut dapat dipastikan pecahan-pecahan tembikar tersebut merupakan pecahan dari berbagai bentuk wadah, seperti periuk, mangkuk, tempayan, pasu, dan lainnya, ada yang polos dan ada yang dihias dengan teknik tera dan gores (Suantika, 2001).
Ekskavasi situs Tanjung Ser kemudian dilanjutkan pada tahun 2018 dan 2019 berhasil menemukan lebih banyak lagi fragmen tembikar, cangkang kerang, alat pukul dari batu, tetapi sayang belum berhasil menemukan sisa-sisa manusia pendukungnya ( Suantika. dkk, 2018).
Ditulis oleh: I Wayan Suantika