SITUS PRASEJARAH GILIMANUK
Gilimanuk adalah situs nekropolis atau situs kuburan prasejarah yang terletak di ujung barat Pulau Bali, yaitu di tepi Teluk Gilimanuk pada ketinggian sekitar 5 meter di atas permukaan laut. Situs ini ditemukan oleh (alm) Prof. Dr. R.P Soejono, Kepala Dinas Purbakala Bali di Bedulu, Gianyar, pada tahun 1962 ketika sedang melakukan penggalian di desa Cekik, tidak jauh di sebelah timur Gilimanuk. Dalam penggalian ini ditemukan beberapa potong tulang-tulang manusia, pecahan-pecahan gerabah tanah liat, sisa-sisa makanan, seperti kulit-kulit kerang, siput laut dan tulang-tulang jenis unggas. Dalam pengamatannya di lapangan, terutama pada bagian pinggiran pantai Teluk Gilimanuk yang sudah rusak akibat abrasi yang tidak pernah berhenti, Soejono menemukan pecahan-pecahan gerabah berserakan bercampur dengan beberapa buah tulang-tulang manusia, periuk kecil, kulit-kulit kerang dan siput laut. Berdasarkan bukti-bukti arkeologis yang meyakinkan ini, ia memutuskan untuk melakukan penggalian secara selektif pada tahun 1963 dengan melatih sejumlah mahasiswa Jurusan Arkeologis, Fakultas Sastra UNUD Denpasar. Penggalian ini ternyata menghasilkan temuan artefak arkeologis yang sangat penting, yaitu sejumlah besar pecahan-pecahan gerabah, kulit-kulit kerang, siput laut dan temuan yang sangat spektakuler ialah kubur terbuka (di tanah tanpa wadah), dan sebuah kubur dengan tempayan yang disusun-tumpuk adalah temuan yang baru untuk pertama kalinya ditemukan dalam penggalian arkeologis yang sistematik.
Berdasarkan kajian terhadap temuan tersebut di atas dan sebaran temuan permukaan tanah, Soejono memperkirakan, bahwa situs Gilimanuk mencapai luas sekitar 2 Hektar, yang sekarang merupakan hamparan lahan kering yang sangat gersang, ditumbuhi rerumputan, singkong, pisang dan lain-lainnya. Walaupun demikian, dalam kandungannya tersimpan warisan budaya yang sangat potensial mengenai kehidupan komunitas Gilimanuk 2000 tahun yang silam. Dengan memperhitungkan bukti-bukti arkeologis tersebut di atas, maka ia menetapkan suatu rencana untuk melakukan penggalian besar-besaran selama tiga bulan secara terus-menerus dalam bulan September sampai dengan Nopember 1964. Penggalian ini didorong juga oleh gagasannya untuk melaksanakan Field School of Indonesian Archeology yang pertama, yang memberikan semacam pendidikan dan pelatihan lapangan, yang melibatkan rata-rata 15-20 orang mahasiswa Jurusan Arkeologi UL (Jakarta), UGM (Yogyakarta) dan UNUD (Denpasar) dengan dosen pendampingnya masing-masing. Adapun penggalian selanjutnya baru dapat dilaksanakan pada tahun 1973 oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan diteruskan oleh Balai Arkeologi Denpasar hingga awal tahun 2016 yang lalu (ada kalanya penggalian dihentikan untuk sementara , karena tidak ada biaya).
Walaupun sampai sekarang penggalian situs Gilimanuk sudah berlangsung selama lebih dari 50 tahun dan baru sebagian kecil saja yang dapat digali, tetapi ternyata secara keseluruhan penggalian ini telah berhasil menemukan bukti-bukti kehidupan yang sangat signifikan dari komunitas nelayan Gilimanuk yang hidup sekitar 2000 tahun yang silam. Sampai sekarang sudah ditemukan lebih dari 150 rangka manusia (anak-anak, laki-laki dan perempuan dewasa, ada yang masih utuh dan fragmentasi) yang dikuburkan di situ diduga bekal kubur yang beragam, seperti gerabah, manik-manik warna-warni, gelap perunggu, gelang kaca dengan gelang dari kerang. Temuan lainnya yang penting, ialah beberapa buah mata kail dan bandul jala. Menurut Dr. T. Jacob, penduduk Gilimanuk didominasi oleh ras Mongolid dengan ciri-ciri Melanesid yang sangat jelas, adalah penutur bahasa Austronesia yang berasal dari Asia Tenggara. Lebih lanjut Jacob berpendapat, bahwa kematian penduduk Gilimanuk disebabkan oleh kelebihan zat kapur. Mereka dikuburkan dengan sistem penguburan campuran, yaitu kubur terbuka (di tanah tanpa wadah), ada juga memakai wadah tempayan susun-tumpuk, berukuran besar dengan memakai sarkofagus yang berhias vagina, seperti sarkofagus Ambiarsari dan Munduk Tumpeng.
Dalam situs penguburan seperti tersebut di atas, selalu diberikan bekal kubur seperti tersebut di atas, adalah wujud kepercayaan kepada arwah nenek moyang. Neraka pancaya, bahwa arwah nenek moyang itu mempunyai kekuatan gaib yang dapat menjadi pelindung terhadap kekuatan jahat dan dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Di samping itu mereka juga percaya bahwa arwah nenek moyang itu berada di puncak gunung, sehingga mereka percaya kepada gunung suci yang harus dihormati. Dengan kepercayaan, maka dalam penguburan, kepala ditempatkan ke arah Sungai Raung atau ke pegunungan Prapat Agung.
Dengan memperhitungkan kelayakan warisan budaya situs Gilimanuk seperti disebutkan di atas, maka pada tahun 1990 Pemkab Jembrana bekerjasama dengan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Jakarta), Balai Arkeologi Denpasar dan Museum Bali, Denpasar, membangun Museum Manusia Purba Gilimanuk di atas situs arkeologi Gilimanuk. Pembangunan museum ini tentu tidak semata-mata hanya untuk menyelamatkan dan melestarikan artefak arkeologis Gilimanuk dengan nilai-nilai sosial-budaya yang sangat penting. Museum ini akan berfungsi multidimesional yaitu sebagai pusat dokumentasi budaya, sebagai pusat penelitian arkeologi, sebagai media pendidikan dan rekreasi. Di samping itu, museum ini bersama dengan lingkungannya dapat juga dikembangkan menjadi media pariwisata arkeologi bersama dengan lingkungannya atau sebagai pariwisata alam dengan Taman Nasional Bali Barat dan sebagai pendorong dan pemberdayaan masyarakat setempat antara lain, ialah dalam kreatifitas seni yang spesifik lokal, cendramata dan lain-lainnya. Untuk melaksanakan fungsi tersebut di atas, diperlukan adanya regulasi yang jelas dari Pemkab Jembrana seperti penetapan situs Gilimanuk sebagai cagar budaya yang disertai kolaborasi yang sinergis dengan semua pihak yang terkait.
Penelitian Serupa

SITUS GUA GEDE
July 19, 2019
SITUS GUA GEDE Situs Gua Gede di Pulau Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali merupakan salah satu situs gua hunian yang berperan penting dalam mengungkap proses migrasi dan penghunian di nusantara. Situs Gua Gede terletak di Dusun Pendem, Desa Pedjukutan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, terletak pada...
Baca SelengkapnyaTINGGALAN MEGALITIK DI KECAMATAN WOHA, NTB
July 19, 2019
TINGGALAN MEGALITIK DI KECAMATAN WOHA NTB Kabupaten Bima merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang terletak di ujung timur Pulau Sumbawa bersebelahan dengan Kota Bima. Kabupaten Bima berada pada posisi 117º 40 ‘’- 119º 10’’ BT dan 70º 30’&rsquo...
Baca SelengkapnyaPENELITIAN PRASASTI JIKEN SATRA
July 19, 2019
PENELITIAN PRASASTI JIKEN SATRA Penelitian prasasti merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan Balai Arkeologi Denpasar yang memiliki tiga tujuan, yaitu penelitian murni, pengabdian masyarakat, dan pemasyarakatan arkeologi. Pada 28-30 November 2014, Balai Arkeologi Denpasar melakukan penelitian Prasasti Ji...
Baca SelengkapnyaPANGKUNG PARUK: SITUS PRA-HINDU YANG KAYA MISTERI
December 02, 2019
PANGKUNG PARUK: SITUS PRA-HINDU YANG KAYA MISTERI Situs Pangkung Paruk terletak di Dusun Laba Nangga, Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. Situs ini terletak disebelah barat kota kecamatan Seririt yang berjarak kurang lebih 8 km pada posisi 8°14’37” LS dan 114°48&rs...
Baca Selengkapnya