TINGGALAN MEGALITIK DI KECAMATAN WOHA, NTB

Saring Konten

TINGGALAN MEGALITIK DI KECAMATAN WOHA NTB


Kabupaten Bima merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang terletak di ujung timur Pulau Sumbawa bersebelahan dengan Kota Bima. Kabupaten Bima berada pada posisi 117º 40 ‘’- 119º 10’’ BT dan 70º 30’’ LS. Bukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ditemukan di Kabupaten Bima seperti Wadu Pa’a, Wadu Nocu, Wadu Tunti (batu bertulis) di Dusun Padende Kecamatan Donggo, menunjukkan bahwa daerah ini telah dihuni sejak lama. Di Kabupaten lainnya yang bersebelahan langsung dengan Bima, yaitu di Kabupaten Dompu juga terdapat beberapa situs Megalitik seperti di So Langgodu dan di Nangasia, Hu’u. Kecamatan Woha termasuk dalam wilayah Kabupaten Bima dan merupakan Kota Kabupaten Bima.

 

Kecamatan Woha dan sekitarnya merupakan situs prasejarah yang sangat penting dan banyak meninggalkan sisa-sisa kehidupan masa lampau. Hal ini dibuktikan dari sisa-sisa aktivitas kehidupan pemukiman, pemujaan dan penguburan yang menjadi satu rangkaian kehidupan pada masa megalitik. Tinggalan budaya di beberapa Kecamatan Woha dan sekitarnya memberikan petunjuk bahwa nenek moyang pada saat itu telah mengenal teknologi pengerjaan batu dengan kemampuan pemahatan yang halus dan menampilkan benda-benda megalit baru yang belum pernah ditemukan di daerah lain di Indonesia.

 

Secara umum tinggalan megalitik di wilayah kecamatan Woha berada di atas bukit atau gunung seperti misalnya Wadu Barasila dan Wadu Ntanda Rahi 1 dan 2. Wadu Barasila merupakan batu monolit berbentuk bulat lonjong menyerupai kursi yang terletak di lereng bukit Doro Karaci, Dusun Katepu, Desa Tenga.  Wadu Barasila menurut bahasa lokal berarti batu bersila karena bagian bawah batu tersebut terlihat seperti kaki yang sedang bersila.  Sedangkan Wadu Ntanda Rahi 1 terletak puncak Bukit Doro Mangge Colu. Dalam bahasa lokal, Wadu Ntanda Rahi berarti batu menunggu suami.  Temuannya adalah 10 altar batu berbentuk persegi dan segitiga yang tidak beraturan. Menurut masyarakat, awalnya batu tersebut berdiri tegak atau menhir dengan bahan slabstone (papan batu) namun sekarang rebah tak beraturan. Masyarakat percaya bahwa batu tersebut merupakan istri dan anak-anaknya yang menunggu sang suami yang pergi berlayar.

 

Wadu Ntanda Rahi 2 terletak lereng Bukit Kambeu, Dusun Guna Waktu, Desa Risa. Berdasarkan penuturan masyarakat setempat konon ada seorang istri yang ditinggal suaminya pergi berlayar ke arah utara meninggalkan Kampung Guna Waktu.  Sang istri yang merindukan suaminya yang tidak kunjung pulang lantas pergi ke bukit untuk menunggu sang suami. Lama kelamaan istri tersebut berubah menjadi batu berbentuk kursi. Batu tersebut disakralkan oleh masyarakat sampai saat ini. Pada waktu-waktu tertentu masyarakat mendatangi batu ini untuk meminta berkah, penyembuhan, permohonan keturunan, dan permohonan hujan dengan sarana sesaji berupa sirih pinang, rokok yang dibungkus daun lontar, ayam bakar, nasi kuning, dan lain-lain.

 

Munculnya tradisi megalitik di di NTB khususnya Kecamatan Woha merupakan sebuah bentuk kepercayaan terhadap arwah leluhur. Masyarakat prasejarah meyakini bahwa roh arwah nenek moyang dan leluhur yang sudah meninggal mendiami tempat-tempat yang tinggi dan masih berhubungan dengan masyarakat yang masih hidup. Mereka percaya bahwa roh-roh tersebut selalu mengawasi dan menjaga mereka yang masih hidup dari tempat-tempat tinggi tersebut. Berangkat dari pemahaman itu, maka arwah leluhur diabadikan dengan pendirian bangunan megalitik dan batu alam yang dianggap mempunyai kekuatan magis sehingga menjadi media pemujaan untuk memohon keselamatan.

 

Seperti yang telah disebutkan di atas, bukti-bukti tersebut secara langsung telah memberikan jawaban tentang peranan, bentuk dan fungsi dari batu-batu besar, gunung dan bukit yang masih berfungsi sakral. Tinggalan-tinggalan tersebut tentunya memiliki perana penting yang dalam kehidupan keagamaan masyarakat pendukungnya. Peranan yang penting ini dapat dilihat dalam tingkah laku penduduk setempat yang memberikan perhatian terhadap bentuk-bentuk megalitik yang dianggap sakral antara lain dengan melakukan pemeliharaan terhadap bangunan megalitik yang sudah dipercayai dan diwarisinya turun temurun. Perlakuan kepercayaan penghormatan pada leluhur dengan memberikan beragam bentuk tinggalan budaya megalitik, baik bentuk media pemujaan maupun sebagai perlakuan penguburan dengan memberikan wadah kubur membuktikan adanya konsep kepercayaan yang dimiliki persamaan kehidupan di dunia nyata dengan di alam arwah, dengan dilakukannya penghormatan pada orang yang meninggal. Dipercayai pula roh orang meninggal dapat menentukan segala kehidupan dialam nyata, sehingga dilakukan perlakuan yang sebaik-baiknya. Khususnya bagi orang-orang terkemuka yang status sosialnya lebih tinggi akan dapat melindungi orang yang ditinggalkan dialam nyata.

Penelitian Serupa

SITUS PRASEJARAH GILIMANUK

July 19, 2019

SITUS PRASEJARAH GILIMANUK Gilimanuk adalah situs nekropolis atau situs kuburan prasejarah yang terletak di ujung barat Pulau Bali, yaitu di tepi Teluk Gilimanuk pada ketinggian sekitar 5 meter di atas permukaan laut. Situs ini ditemukan oleh (alm) Prof. Dr. R.P Soejono, Kepala Dinas Purbakala Bali di Bedulu, Gianyar, ...

Baca Selengkapnya

SITUS GUA GEDE

July 19, 2019

SITUS GUA GEDE Situs Gua Gede di Pulau Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali merupakan salah satu situs gua hunian yang berperan penting dalam mengungkap proses migrasi dan penghunian di nusantara. Situs Gua Gede terletak di Dusun Pendem, Desa Pedjukutan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, terletak pada...

Baca Selengkapnya

PENELITIAN PRASASTI JIKEN SATRA

July 19, 2019

PENELITIAN PRASASTI JIKEN SATRA Penelitian prasasti merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan Balai Arkeologi Denpasar yang memiliki tiga tujuan, yaitu  penelitian murni, pengabdian masyarakat, dan pemasyarakatan arkeologi. Pada 28-30 November 2014, Balai Arkeologi Denpasar melakukan penelitian Prasasti Ji...

Baca Selengkapnya

PANGKUNG PARUK: SITUS PRA-HINDU YANG KAYA MISTERI

December 02, 2019

PANGKUNG PARUK: SITUS PRA-HINDU YANG KAYA MISTERI Situs Pangkung Paruk terletak di Dusun Laba Nangga, Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. Situs ini terletak disebelah barat kota kecamatan Seririt yang berjarak kurang lebih 8 km  pada posisi 8°14’37” LS dan 114°48&rs...

Baca Selengkapnya