HARUMNYA CENDANA SOLOR
Cendana merupakan salah satu komoditas penting yang dicari pada masa lalu karena memiliki nilai jual yang setara dengan emas. Wanginya aroma cendana di Nusantara tidak hanya terendus oleh pedagang Nusantara, melainkan juga oleh pedagang Asia dan Eropa. Ganasnya gelombang dan badai di lautan Nusantara tidak menyurutkan niat bangsa Eropa untuk menjelajahi Nusantara dalam perburuan cendana. Setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis terus mengepakkan sayapnya untuk menjelajahi Nusantara sampai ke Maluku dalam usaha pencarian komoditas unggulan. Dalam perjalanan kembali ke Malaka dari Maluku, Portugis menemukan Pulau Timor yang banyak ditumbuhi cendana. Kehadiran Portugis di Pulau Timor (Kupang) kemudian menjadi tonggak awal perdagangan cendana di Nusa Tenggara Timur. Meskipun saat itu Portugis mendapat ijin oleh penguasa Kupang untuk melakukan pembelian cendana, tetapi mereka tidak diijinkan untuk membangun markas atau basis di Kupang. Portugis akhirnya melakukan pelayaran untuk mencari markas yang digunakan untuk mengumpulkan hasil perburuannya.
Dalam usaha pencarian untuk membangun basis perdagangan di Nusa Tenggara Timur, Portugis menyisir pulau-pulau yang terdapat di sekitarnya. Perjalanan Portugis ini banyak membuka jalur-jalur baru di laut Nusa Tenggara Timur sampai akhirnya menemukan kepulauan Solor yang terdiri atas beberapa pulau seperti Flores, Adonara, Solor, dan Lembata. Portugis mendarat di pantai utara Flores saat pertama kali menginjakkan kaki di Kepulauan Solor karena perairannya cukup tenang, selain juga sudah terdapat pelabuhan rakyat yang sangat memudahkan pendaratan. Pelabuhan ini juga sangat bermanfaat dalam jaringan perdagangan, karena laut merupakan transportasi utama pada masa itu. Portugis menyebut wilayah pantai utara ini dengan cabo da flora yang berarti banyak ditumbuhi bunga. Kata cabo da flora inilah yang akhirnya menjadi cikal bakal nama Flores.
Tidak hanya berhenti di daratan Flores, Portugis melanjutkan penelusuran pencarian lokasi sampai akhirnya menemukan Pulau Solor. Berdasarkan bukti-bukti arkeologis yang berupa meriam dan benteng, Portugis diperkirakan terlebih dahulu datang di Lamakera, selanjutnya ke Menanga, hingga akhirnya sampai di Lohayong. Pada tahun 1563 Portugis membangun benteng di Lohayong dan memanfaatkan Pelabuhan Lohayong sebagai basis perdagangan dan pertahanan. Setelah mendapatkan lokasi yang dianggap strategis, Portugis mulai mencari komoditas unggulan yang banyak terdapat di Kepulauan Solor. Tanpa diduga di Solor ternyata juga banyak terdapat cendana yang aromanya tidak kalah dengan cendana Kupang. Bahkan yang lebih mengejutkan, di wilayah ini juga terdapat belerang yang memiliki nilai jual tinggi di pasar Eropa. Khasnya aroma cendana Solor menghasilkan keuntungan besar bagi Portugis, sehingga terendus juga oleh bangsa Eropa lainnya seperti Belanda dan Inggris. Bagaikan semut mencari sumber gula, persaingan perburuan cendana di Pulau Timor dan Solor semakin ketat. Demi keuntungan yang berlimpah, Belandapun tidak mau kalah dan menyerang basis perdagangan Portugis di Lohayong. Perang ini memaksa Portugis angkat kaki dari Lohayong dan mengungsi ke Larantuka pada tahun 1613. Belanda juga menjadi saingan yang tangguh bagi pedagang-pedagang Asia, seperti Arab dan Cina dalam mendapatkan kayu cendana. Sejak saat itu, cendana Solor menjadi incaran pedagang dunia karena menjanjikan keuntungan tinggi. Hal ini menimbulkan penjarahan kayu cendana, bukan saja yang berada di pinggir laut bahkan sampai ke pedalaman dan gunung, sehingga habis tak tersisa sampai sekarang.
Bentuk Benteng Lohayong
Sumber: Dokumentasi Balai Arkeologi Bali
Adanya perburuan kayu cendana ini bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, perburuan kayu cendana di Solor menimbulkan perkembangan ekonomi masyarakat di daerah pesisir karena sistem angkut komoditas pada masa itu menggunakan kapal dan transportasi laut. Lalu lintas laut di Flores Timur berkembang semakin ramai karena sangat dekat dengan jalur perdagangan utama yaitu Malaka-Jawa-Bali-NTB-NTT-Maluku. Hal ini diikuti oleh perkembangan-perkembangan pelabuhan tradisional yang memiliki peran yang sangat sentral dalam jalur perdagangan Nusantara. Di sisi lain, datangnya bangsa asing di wilayah tersebut juga menimbulkan kesengsaraan sehingga mendapat perlawanan dari tokoh setempat karena sikap Portugis yang kurang bersahabat dengan masyarakat lokal.
Adanya perlawanan tersebut telah menorehkan beberapa peristiwa sejarah yang luput dari perhatian. Padahal banyak nilai-nilai yang bisa diteladani oleh generasi muda. Bisa dikatakan penulisan sejarah lokal di wilayah ini masih gelap sehingga diperlukan kajian lebih mendalam mengenai sejarah lokal masyarakat di wilayah Flores Timur. Penelusuran sejarah lokal sangat penting untuk dilakukan sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam suatu peristiwa dapat diteladani dan dijadikan cerminan dalam pembangunan wilayah tersebut di masa depan.
Ditulis oleh: I Wayan Sumerata